Selasa, 20 Maret 2012

# Sejarah Hidup Muhammad Saw (6) #


Sejarah Hidup Muhammad Saw

(6)

BAGIAN KEENAM: CERITA GHARANIQ 
Kembali'a mereka yang hijrah ke Abisinia  -  Gharaniq yang
 luhur  -  Orientali-orientalis bertahan pada cerita ini -
pegangan mereka dalam hal ini - Lemah'a pegangan tersebut -
Cerita yang nyata-nyata dusta ini dibantah oleh penyelidikan
 ilmiah
 
KAUM Muslimin yang hijrah ke Abisinia  tinggal  selama  tiga
bulan  di  sana. Sementara itu Umar ibn'l-Khattab sudah pula
masuk Islam. Setelah para  pengungsi  ini  mengetahui  bahwa
pihak Quraisy sudah mulai surut dari mengganggu Muhammad dan
pengikut-pengikutnya - setelah Umar masuk  Islam  -  menurut
sebuah  sumber, banyak diantara mereka itu yang kembali, dan
sumber lain mengatakan semua mereka itu  kembali  ke  Mekah.
Tetapi  setelah  mereka  sampai  di  Mekah,  ternyata  pihak
Quraisy kembali menyiksa kaum Muslimin, bahkan  lebih  keras
lagi  dari pada yang pernah dialami kaum pengungsi itu dulu.
Sebahagian mereka ada yang kembali  ke  Abisinia,  ada  pula
yang   memasuki   Mekah   atau   di   dekat-dekatnya  dengan
sembunyi-sembunyi. Konon katanya, bahwa mereka yang  kembali
itu  membawa  pula  sejumlah  kaum  Muslimin  dan mereka ini
tinggal  di  Abisinia  sampai  sesudah  Hijrah  dan  sesudah
keadaan Muslimin di Medinah jadi lebih stabil.
 
Apa  pula motif yang mendorong kaum Muslimin di Abisinia itu
kembali sesudah  tiga  bulan  mereka  tinggal  di  sana?  Di
sinilah  munculnya  cerita  gharaniq itu yang dilangsir oleh
Ibn Sa'd dalam At-Tabaqat'l-Kubra dan oleh  At-Tabari  dalam
Tarikh'r-Rusul-wal-Muluk,  yang  juga  sama  dilangsir  oleh
ahli-ahli  tafsir  kalangan  Muslimin  dan   penulis-penulis
sejarah   Nabi,   dan  lalu  diambil  pula  oleh  sekelompok
Orientalis-orientalis yang dalam  sekian  lama  oleh  mereka
tetap dipertahankan.
 
Adapun timbulnya cerita gharaniq itu ialah, setelah Muhammad
melihat pihak Quraisy menjauhinya dan sahabat-sahabatnya  di
siksa.  Ia  berharap-harap sambil mengatakan: Coba aku tidak
mendapat  perintah  apa-apa  yang  kiranya  akan  menjauhkan
mereka  dari  aku.  Ia  mengumpulkan  golongannya dan mereka
bersama-sama pada suatu hari duduk-duduk dalam sebuah tempat
pertemuan di sekitar Mekah. Kepada mereka dibacakannya Surah
An-Najm sampai pada firman Allah:  "Adakah  kamu  perhatikan
Lat  dan  'Uzza.  Dan  itu  Manat,  ketiga,  yang terakhir?"
(Qur'an, 53:19-20) Sesudah itu lalu dibacakannya pula:  "Itu
gharaniq    yang   luhur,   perantaraannya   sungguh   dapat
diharapkan."
 
Kemudian ia meneruskan membaca Surah itu  seluruhnya  sampai
pada  akhirnya  ia sujud. Ketika itu semua orang ikut sujud,
tak  ada  yang   ketinggalan.   Pihak   Quraisy   menyatakan
kepuasannya atas apa yang telah dibaca Muhammad itu.
 
Kata  mereka:  "Kami tahu sudah bahwa Allah itu menghidupkan
dan mematikan, menciptakan dan memberi rejeki.  Tetapi  dewa
kami  ini  menjadi  perantara kami kepadaNya. Kalau ternyata
dia juga kauberi tempat, maka kamipun setuju dengan kau."
 
Dengan demikian hilanglah perselisihan  dengan  mereka  itu.
Peristiwa  tersebut  lalu  tersebar  di kalangan umum hingga
sampai juga ke Abisinia. Pihak  Muslimin  lalu  berkata:  Di
sana  ada  keluarga-keluarga  dekat  kami  yang  sangat kami
cintai. Lalu merekapun pulang kembali. Apabila  pada  tengah
hari  mereka  sampai  ke  dekat  Mekah mereka bertemu dengan
rombongan kafilah Kinana  yang  lalu  dan  rombongan  itupun
menjawab:  Ia  menyebutkan  dewa-dewa mereka dengan baik dan
merekapun  lalu  mengikutinya.  Kemudian  ia  berbalik  lagi
mencela  dewa-dewa mereka itu dan merekapun lalu memusuhinya
lagi. Perbuatan mereka itu dibicarakan oleh pihak  Muslimin.
Tidak  tahan  lagi mereka ingin menemui keluarga, dan mereka
lalu memasuki Mekah.
 
Sebabnya  maka  Muhammad  berbalik  tidak  mau   menyebutkan
dewa-dewa Quraisy dengan baik - menurut beberapa sumber yang
mencatat berita ini - ialah karena ia sudah tidak tahan atas
ucapan  Quraisy: "Kalau ternyata dewa-dewa kami juga kauberi
tempat, maka kami pun setuju dengan kau," dan karena  ketika
dia sedang duduk-duduk di rumahnya hingga sore Jibril datang
dan bertanya:
 
"Aku membawakan  dua  anak  kalimat  ini  kepadamu?"  dengan
menunjuk  kepada  "Itu  gharaniq  yang luhur, perantaraannya
dapat diharapkan."
 
Muhammad pun menjawab: "Aku mengatakan  sesuatu  yang  tidak
dikatakan oleh Allah."
 
Kemudian Allah mewahyukan:
 
"Dan  hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau tentang apa
yang sudah Kami wahyukan kepadamu, supaya  engkau  mau  atas
nama Kami memalsukannya dengan yang lain."

"Ketika itulah mereka mengambil engkau menjadi kawan mereka.
Dan kalaupun tidak  Kami  tabahkan  hatimu,  niscaya  engkau
hampir  cenderung  juga  kepada mereka barang sedikit. Dalam
hal ini, akan Kami timpakan kepadamu hukuman berlipat ganda,
dalam   hidup   dan  mati.  Selanjutnya  engkau  tiada  akan
mempunyai penolong menghadapi Kami." (Qur'an 17:73-75)
 
Dengan  begitu  kembali  ia  memburuk-burukkan  dewa-dewa
Quraisy  itu,  dan  Quraisypun  kembali lagi memusuhinya dan
mengganggu sahabat-sahabatnya.
 
Demikianlah cerita gharaniq ini,  yang  bukan  seorang  saja
dari  penulis-penulis  biografi  Nabi  yang menceritakannya,
demikian juga ahli-ahli tafsir turut menyebutkan, dan  tidak
sedikit  pula  kalangan  Orientalis yang memang sudah sekian
lama  mau  bertahan.  Jelas  sekali  dalam  cerita  ini  ada
kontradiksi.  Dengan  sedikit  pengamatan saja hal ini sudah
dapat digugurkan.
 
Di samping itu cerita  ini  berlawanan  pula  dengan  segala
sifat kesucian setiap nabi dalam menyampaikan risalah Tuhan.
Memang mengherankan  sekali  apabila  ada  beberapa  penulis
sejarah  Nabi  dan  ahli  tafsir dari kalangan Islam sendiri
yang masih mau menerimanya. Oleh karena itu Ibn Ishaq  tidak
ragu-ragu  lagi ketika menjawab pertanyaan dengan mengatakan
bahwa cerita itu bikinan orang-orang atheis.
 
Akan tetapi mereka yang berpegang pada alasan  ini  berusaha
membenarkannya dengan berpegang pada ayat-ayat:
 
"Dan hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau  ..." sampai
pada firman Tuhan: "Dan tiada  seorang  rasul  atau  seorang
nabi  yang  Kami  utus sebelum kau, apabila ia bercita-cita,
setan lalu memasukkan gangguan ke  dalam  cita-citanya  itu.
Tetapi  Allah  menghapuskan  apa  yang dimasukkan setan itu.
Kemudian Allah menguatkan keterangan-keterangaNya  itu.  Dan
Allah  Maha  mengetahui  dan  Bijaksana. Apa yang dimasukkan
setan itu adalah ujian bagi mereka  yang  berpenyakit  dalam
hatinya   dan   berhati  batu.  Dan  mereka  yang  melakukan
kesalahan  akan   berada   dalam   pertentangan   yang   tak
berkesudahan." (Qur'an, 22: 52 - 53)
 
Ada  orang  yang  menafsirkan kata "bercita-cita" itu dengan
arti "membaca," ada pula  yang  menafsirkannya  dengan  arti
"bercita-cita,"  seperti  yang  sudah  umum  dikenal.  Kedua
mereka  ini  masing-masing  berpendapat   -   diikuti   oleh
Orientalis-orientalis   -  bahwa  Quraisy  telah  sampai  di
puncaknya menyiksa sahabat-sahabat  Nabi,  ada  yang  mereka
bunuh,  ada  pula  yang dilemparkan ke padang pasir, dijilat
oleh terik matahari yang membakar, ditindih pula dengan batu
seperti  yang  dialami  oleh  Bilal.  Karena itu terpaksa ia
menyuruh  mereka   hijrah   ke   Abisinia.   Demikian   juga
masyarakatnya  sendiripun begitu kasar terhadap dirinya yang
juga kemudian memboikotnya. Tetapi karena ia begitu  menjaga
keislaman  mereka yang sudah lepas dari penyembahan berhala,
ia pun lalu mendekati  kaum  musyrik  dan  membacakan  Surah
an-Najm  dengan menambahkan lagi cerita gharaniq. Sesudah ia
sujud merekapun ikut pula sujud. Mereka lalu  memperlihatkan
suatu  kecenderungan  hendak  mengikutinya,  karena ia sudah
memberi tempat kepada dewa-dewa mereka itu disamping Allah.
 
Atas peristiwa ini yang juga disebutkan dalam beberapa  buku
biografi   dan   buku-buku   tafsir   -   Sir  William  Muir
menganggapnya sebagai suatu argumen yang kuat tentang adanya
cerita  gharaniq  itu.  Selanjutnya kaum Muslimin yang telah
berangkat ke Abisinia itu belum lagi selang tiga bulan sejak
mereka  mengungsi,  yang  dalam pada itu mereka telah diberi
suaka dengan baik sekali oleh  pihak  Najasyi.  Kalau  tidak
karena  tersiarnya  berita,  bahwa  antara  Muhammad  dengan
Quraisy sudah tercapai kompromi, tentu tak  ada  motif  lain
yang  akan  mendorong  mereka itu kembali, ingin berhubungan
dengan keluarga dan kerabat mereka. Dan dari mana pula  akan
ada kompromi antara Muhammad dengan Quraisy itu, kalau bukan
Muhammad juga yang mengusahakannya.  Di  Mekah  ia  termasuk
minoritas    dengan    tenaga   yang   masih   lemah.   Juga
sahabat-sahabatnya   masih   lemah   sekali   untuk    dapat
mempertahankan diri dari gangguan dan penyiksaan Quraisy.
 
Alasan-alasan  yang  dikemukakan  mereka, dengan mengatakan,
bahwa cerita gharaniq itu benar adanya, adalah suatu  alasan
yang  lemah  sekali  dan tidak tahan uji. Baiklah kita mulai
dulu dengan menolak Muir. Kembalinya kaum Muslimin ke  Mekah
dari Abisinia, pada dasarnya karana dua sebab:
 
Pertama,  karena  'Umar ibn'l-Khattab masuk Islam tidak lama
setelah mereka hijrah. Umar masuk Islam dengan semangat yang
sama  seperti ketika ia menentang agama ini dahulu. Ia masuk
Islam  tidak  sembunyi-sembunyi.  Malah  terang-terangan  ia
mengumumkan  di depan orang banyak dan untuk itu ia bersedia
melawan mereka. Ia tidak mau kaum Muslimin sembunyi-sembunyi
dan  mengendap-endap  di  celah-celah pegunungan Mekah dalam
melakukan  ibadat,  menjauhkan  diri  jauh   dari   gangguan
Quraisy.  Bahkan  ia  terus melawan Quraisy sampai nanti dia
beserta kaum  Muslimin  itu  dapat  melakukan  ibadat  dalam
Ka'bah.

Disinilah  pihak  Quraisy  menyadari, bahwa penderitaan yang
dialami  Muhammad  dan   sahabat-sahabatnya,   hampir-hampir
menimbulkan perang saudara, yang akibat-akibatnya tidak akan
dapat dibayangkan, dan siapa  pula  yang  akan  binasa.  Ada
orang-orang    dari   kabilah-kabilah   Quraisy   dan   dari
keluarga-keluarga bangsawannya yang  sudah  menerima  Islam,
mereka  akan  lalu  berontak bila siapa saja dari kabilahnya
itu ada yang terbunuh sekalipun orang itu  berlainan  agama.
Jadi,  dalam  memerangi  Muhammad ini, mereka harus memempuh
suatu cara  yang  tidak  akan  membawa  akibat  yang  begitu
berbahaya.  Di  samping  itu  supaya  cara  ini  dapat  pula
disepakati oleh Quraisy mereka mengadakan  genjatan  senjata
dengan   pihak  Muslimin,  sehingga  dengan  demikian  tiada
seorangpun dari mereka itu yang boleh diganggu.
 
Inilah yang telah sampai kepada kaum pengungsi  di  Abisinia
itu, dan membuat mereka berpikir-pikir akan kembali ke Mekah
 
Kedua.    Sungguhpun   begitu,   barangkali   mereka   masih
maju-mundur juga akan kembali,  kalau  tidak  karena  adanya
sebab  kedua  yang  telah menguatkan niat mereka, yakni pada
waktu itu di Abisinia sedang berkecamuk suatu  pemberontakan
melawan   Najasyi,  yang  dilancarkan  karena  adanya  suatu
tuduhan yang ditujukan kepadanya. Ia  melaksanakan  janjinya
dan   memperlihatkan   rasa   kasih-sayangnya   kepada  kaum
Muslimin.  Kaum  Muslimin  sendiri   menyatakan   harapannya
sekiranya  Tuhan  akan  memenangkan  Negus terhadap lawannya
itu. Tetapi mereka  sendiri  tidak  sampai  melibatkan  diri
dalam pemberontakan, karena mereka adalah orang-orang asing,
dan lagi mereka belurn  begitu  lama  tinggal  di  Abisinia.
Bahwa  yang  telah  sampai  kepada  mereka itu berita-berita
perdamaian antara Muhammad dengan Quraisy,  perdamaian  yang
menyelamatkan  Muslimin  dari  gangguan  yang  pernah mereka
alami,  maka  bagi  mereka  akan  lebih  baik   meninggalkan
kekacauan  yang  ada  sekarang  dan kembali bergabung kepada
keluarga mereka sendiri.
 
Inilah yang telah mereka lakukan semua, atau  sebagian  dari
mereka.
 
Hanya  saja,  sebelum  mereka sampai ke Mekah, pihak Quraisy
sudah    berkomplot    lagi    terhadap     Muhammad     dan
sahabat-sahabatnya.  Kabilah-kabilah mereka sudah mengadakan
persetujuan tertulis  bersama;  mereka  berjanji  mengadakan
pemboikotan  total  terhadap  Banu Hasyim: tidak akan saling
berjual-beli .
 
Dengan adanya perjanjian itu perang  yang  tak  berkesudahan
antara  kedua  belah  pihak  itupun  segera berkecamuk lagi.
Sekarang mereka yang telah pulang dari Abisinia itu  kembali
lagi  ke  sana.  Bersama  mereka  ikut pula orang-orang yang
masih dapat pergi bersama-sama. Sekali ini mereka menghadapi
kekerasan  dari  Quraisy,  yang  berusaha  hendak merintangi
mereka itu hijrah.
 
Jadi, bukanlah kompromi seperti  yang  disebutkan  Muir  itu
yang  menyebabkan  Muslimin kembali dari Abisinia, melainkan
karena adanya perjanjian perdamaian sebagai akibat Umar yang
telah  masuk  Islam serta semangatnya yang berapi-api hendak
membela agama ini. Jadi dukungan mereka atas  adanya  cerita
gharaniq  dengan  alasan  kompromi itu, adalah dukungan yang
samasekali tidak punya dasar.
 
Adapun alasan yang dikemukakan oleh penulis-penulis biografi
dan  ahli-ahli  tafsir  dengan ayat-ayat: "Dan hampir-hampir
saja mereka itu menggoda kau ...," dan  "Dan  tiada  seorang
rasul atau  seorang   nabi    yang    Kami utus sebelum kau,
apabila ia bercita-cita,  setan  lalu  memasukkan   gangguan
ke   dalam  cita-citanya   itu ..." adalah alasan yang lebih
kacau lagi dari argumen Sir Muir. Cukup kita  sebutkan  ayat
pertama itu  saja dalam   firman    Tuhan:    "Dan  kalaupun
tidak  Kami    tabahkan  hatimu,   niscaya   engkau   hampir
cenderung juga  kepada  mereka  barang      sedikit,"  untuk
kita  lihat,  bahwa  setan   telah  memasukkan  gangguan  ke
dalam cita-cita Rasul  itu,    sehingga  hampir    saja   ia
cenderung  kepada  mereka  sedikit-sedikit;  tetapi    Tuhan
menguatkan  hatinya  sehingga   tidak   sampai dilakukannya,
dan   kalau   dilakukan   juga,    Tuhan    akan  menimpakan
hukuman berlipat-ganda dalam hidup dan mati.
 
Jadi, dengan membawa ayat-ayat ini sebagai alasan,  jelaslah
alasan itu terbalik adanya.
 
Jalan   cerita  gharaniq  ini  ialah  bahwa  Muhammad  telah
benar-benar berpihak kepada  Quraisy  dan  Quraisypun  sudah
benar-benar  pula  menggodanya  sehingga  ia  mau mengatakan
sesuatu yang tidak difirmankan Tuhan.  Sedang  ayat-ayat  di
sini  menegaskan,  bahwa  Tuhan  telah  menguatkan  hatinya,
sehingga dia tidak melakukan hal  itu.  Bilamana  disebutkan
demikian,  bahwa  buku-buku  tafsir dan sebab-sebabnya turun
Qur'an  membuat  ayat-ayat  ini   dapat   mengubah   masalah
gharaniq,  kita  lihat  bahwa  alasan  ini berlawanan sekali
dengan kesucian para rasul dalam menyampaikan tugas  mereka,
dan  bertentangan  dengan  seluruh  sejarah  Muhammad. Suatu
alasan yang kacau, bahkan lemah samasekali.

Sedang bunyi ayat-ayat "Dan tiada seorang rasul dan  seorang
nabi  yang  Kami  utus  sebelum  kauÉ"  sama  sekali tak ada
hubungannya  dengan  cerita  gharaniq  itu.   Apalagi   yang
menyebutkan  bahwa  Tuhan  telah  menghapuskan gangguan yang
dimasukkan setan dan akan menjadikan godaan bagi mereka yang
berpenyakit  dalam  hatinya dan berhati batu; kemudian Allah
menguatkan   keterangan-keteranganNya.   Dan   Allah    Maha
mengetahui dan Bijaksana.
 
Bilamana  cerita  ini  diteliti  dengan  penyelidikan ilmiah
ternyata  ia  tidak  dapat  dibuktikan  kebenarannya.   Yang
pertama  sekali  sebagai  bukti ialah adanya beberapa sumber
yang beraneka-ragam. Pernah diceritakan  seperti  disebutkan
di atas - bahwa ungkapan itu ialah "Itu gharaniq yang luhur,
perantaraannya  sungguh  dapat  diharapkan."   Sumber   lain
menyebutkan:  "Gharaniqa  yang  luhur,  perantaraannya dapat
diharapkan." Sumber selanjutnya menyebutkan: "perantaraannya
dapat   diharapkan,"   tanpa   menyebutkan   gharaniqa  atau
gharaniq. Sumber keempat mengatakan: "Dan sebenarnya  itulah
gharaniq   yang  luhur."  Sumber  kelima  menyebutkan:  "Dan
sebenamya mereka itulah gharaniq yang luhur, dan perantaraan
mereka  bagi  mereka  yang diharapkan." Dalam beberapa buku
hadis disebutkan adanya sumber-sumber lain di  samping  yang
lima   tadi.   Adanya  keaneka-ragaman  dalam  sumber-sumber
tersebut menunjukkan, bahwa  hadis  itu  palsu  adanya,  dan
bikinan   golongan  atheis,  seperti  kata  Ibn  Ishaq,  dan
tujuannya  ialah  hendak   menanamkan   kesangsian   tentang
kebenaran ajakan Muhammad dan risalah Tuhan itu
 
Bukti  lain  yang  lebih  kuat dan pasti, ialah konteks atau
susunan Surah an-Najm yang  sama  sekali  tidak  menyinggung
soal  gharaniq  ini. Konteks itu seperti dalam firman Tuhan;
"Sungguh dia telah melihat keterangan-keterangan  yang  amat
besar  dan  Tuhan. Adakah kamu perhatikan Lat dan 'Uzza? Dan
Manat ketiga, yang terakhir?  Adakah  untuk  kamu  itu  yang
laki-laki  dan  untuk  Dia  yang perempuan? Kalau begitu ini
adalah pembagian yang tak seimbang. Ini  hanyalah  nama-nama
yang  kamu  buat  sendiri, kamu dan nenek-moyang kamu. Allah
tidak memberikan kekuasaan  karenanya;  yang  mereka  turuti
hanyalah  prasangka  dan  kehendak  nafsu  belaka.  Dan pada
mereka pimpinan yang benar dari  Tuhan  sudah  pernah  ada."
(Qur'an, 53:18-23)
 
Susunan  ini  jelas  sekali,  bahwa  Lat  dan  'Uzza  adalah
nama-nama yang dibuat-buat oleh  kaum  musyrik,  mereka  dan
nenek-moyang mereka, sedang Allah tidak memberikan kekuasaan
untuk itu.  Bagaimana  mungkin  susunan  itu  akan  berjalan
sebagai berikut:  "Adakah kamu perhatikan Lat dan 'Uzza. Dan
Manat  ketiga,  yang  terakhir.  Itu  gharaniq  yang  luhur,
perantaraannya  dapat diharapkan. Adakah untuk kamu itu yang
laki-laki dan untuk Dia yang  perempuan?  Kalau  begitu  ini
adalah  pembagian  yang tak seimbang. Ini hanyalah nama-nama
yang kamu buat sendiri, kamu dan  nenek-moyang  kamu.  Allah
tidak memberikan kekuasaan karenanya."
 
Susunan  ini  rusak,  kacau dan bertentangan satu sama lain.
Dan pujian kepada Lat, 'Uzza dan Manat ketiga yang  terakhir
dan   celaan  dalam  empat  ayat  berturut-turut  tak  dapat
diterima akal dan tak tak ada orang  yang  akan  berpendapat
begitu.
 
Yang  demikian ini sudah tak dapat diragukan lagi, dan bahwa
hadis tentang gharaniq itu adalah palsu dan bikinan golongan
atheis  dengan  maksud-maksud tertentu. Orang yang suka pada
yang aneh-aneh dan tidak berpikir logis, tentu percaya  akan
hadis ini.
 
Argumen  lain  ialah  seperti yang dikemukakan oleh almarhum
Syaikh Muhammad Abduh dalam tulisannya yang jelas  membantah
cerita gharaniq ini, yaitu bahwa belum pernah ada orang Arab
menamakan  dewa-dewa  mereka  dengan  gharaniq,  baik  dalam
sajak-sajak  atau  dalam  pidato-pidato mereka. Juga tak ada
berita yang dibawa orang mengatakan, bahwa nama demikian itu
pernah  dipakai  dalam  percakapan  mereka.  Tetapi yang ada
ialah sebutan  ghurnuq  dan  ghirniq  sebagai  nama  sejenis
burung air, entah hitam atau putih, dan sebutan untuk pemuda
yang putih dan tampan. Dari semua itu, tak  ada  yang  cocok
untuk diberi arti dewa, juga orang-orang Arab dahulu tak ada
yang menamakannya demikian.
 
Tinggal  lagi  sebuah  argumen  yang  dapat  kita  kemukakan
sebagai  bukti  bahwa  cerita gharaniq ini mustahil akan ada
dalam sejarah hidup Muhammad sendiri. Sejak kecilnya, semasa
anak-anak  dan  semasa  mudanya,  belum  pernah  terbukti ia
berdusta, sehingga ia  diberi  gelar  Al-Amin,  "yang  dapat
dipercaya,"  pada waktu usianya belum lagi mencapai duapuluh
lima tahun. Kejujurannya sudah merupakan hal yang tak  perlu
diperbantahkan  lagi di kalangan umum, sehingga ketika suatu
hari  sesudah  kerasulannya  ia  bertanya  kepada   Quraisy:
"Bagaimana  pendapatmu  sekalian kalau kukatakan, bahwa pada
permukaan bukit ini ada pasukan berkuda.  Percayakah  kamu?"
Jawab  mereka:  "Ya,  engkau tidak pernah disangsikan. Belum
pernah kami melihat kau berdusta."

Jadi orang yang sudah  dikenal  sejak  kecil  hingga  tuanya
begitu   jujur,   bagaimana  orang  akan  percaya  bahwa  ia
mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan oleh Allah, ia  akan
takut  kepada  orang  dan  bukan kepada Allah! Hal ini tidak
mungkin. Mereka yang sudah mempelajari jiwanya  yang  begitu
kuat,   begitu   cemerlang,   jiwa  yang  begitu  membenteng
mempertahankan kebenaran dan tidak pula pernah mencari  muka
dalam  soal apapun, akan mengetahui ketidak mungkinan cerita
itu. Betapa kita melihat  Muhammad  berkata:  Kalau  Quraisy
meletakkan  matahari  di  sebelah  kanannya,  dan meletakkan
bulan di sebelah kirinya dengan maksud supaya ia  melepaskan
tugasnya,  akan  mati sekalipun dia tidak akan melakukan hal
itu - bagaimana pula  akan  mengatakan  sesuatu  yang  tidak
diwahyukan   Allah   kepadanya,  dan  mengatakan  itu  untuk
meruntuhkan sendi agama yang oleh karenanya ia diutus  Allah
sebagai  petunjuk  dan  berita  gembira  bagi  seluruh  umat
manusia!
 
Dan kapan pula ia kembali kepada  Quraisy  guna  memuji-muji
dewa-dewa  mereka? Ataukah sesudah sepuluh tahun atau sekian
tahun dari  kerasulannya,  demi  tugas  yang  besar  itu  ia
sanggup   memikul   pelbagai   macam   siksaan,  berupa-rupa
pengorbanan, sesudah Allah memperkuat  Islam  dengan  Hamzah
dan  Umar  dan  sesudah  kaum Muslimin mulai menjadi kuat di
Mekah, dengan berita  yang  sudah  meluas  pula  ke  seluruh
jazirah,  ke  Abisinia dan semua penjuru?! Pendapat demikian
ini adalah suatu legenda, suatu kebohongan  yang  sudah  tak
berlaku.
 
Mereka   yang   menciptakan   cerita  ini  sebenarnya  sudah
merasakan bahwa hal ini akan mudah terbongkar.  Mereka  lalu
berusaha   menutupinya   dengan   mengatakan,  bahwa  begitu
Muhammad mendengar kata-kata Quraisy bahwa dewa-dewa  mereka
sudah  mendapat  tempat  sebagai  perantara,  hal  itu berat
sekali dirasanya, sehingga ia kembali kepada Tuhan bertobat,
dan  begitu  ia  pulang  ke rumah sore itu Jibrilpun datang.
Tetapi tabir ini akan terbuka juga kiranya.  Kalau  hal  itu
oleh  Muhammad  sudah sangat luar biasa, ketika ia mendengar
kata-kata Quraisy itu, apalagi  ia  sampai  akan  mengoreksi
wahyu pada waktu itu juga.
 
Jadi  masalah  gharaniq ini memang tidak punya dasar, selain
sebagai karangan yang dibikin-bikin oleh suatu golongan yang
mau  melakukan  tipu  muslihat  terhadap Islam, yang terjadi
sesudah permulaan sejarah  Islam.  Yang  lebih  mengherankan
lagi  ialah  karena  kecerobohan mereka yang telah melakukan
pemalsuan-pemalsuan itu melemparkan pemalsuan mereka  justru
ke  dalam  jantung Islam, yaitu ke dalam Tauhid! Yang justru
karena itu pulalah  Muhammad  diutus,  supaya  meneruskannya
kepada  umat  manusia  sejak dari semula, dan yang sejak itu
pula tidak kenal arti mengalah. Juga segala yang  ditawarkan
kepadanya  oleh  Quraisy apa saja yang dikehendakinya berupa
harta, bahkan akan dijadikannya ia raja atas  mereka,  tidak
sampai  membuatnya  jadi  berpaling.  Semua  itu  ditawarkan
kepadanya,  pada   waktu   penduduk   Mekah   yang   menjadi
pengikutnya   masih  sedikit  sekali  jumlahnya.  Waktu  itu
gangguan-gangguan Quraisy  kepada  sahabat-sahabatnya  tidak
sampai membuat ia surut dari dakwah yang diperintahkan Tuhan
kepadanya, yaitu supaya diteruskan kepada umat manusia. Jadi
sasaran  mereka  yang  telah  melakukan  pemalsuan  terhadap
masalah yang begitu teguh menjadi pegangan Muhammad yang tak
ada  taranya  itu,  hanya menunjukkan suatu kecerobohan yang
tidak rasional, dan yang sekaligus menunjukkan  pula,  bahwa
mereka  yang  masih  cenderung  mau  mempercayainya ternyata
telah tertipu; suatu hal yang sebenarnya tidak perlu  sampai
ada orang akan tertipu karenanya.
 
Jadi  masalah  gharaniq  ini  memang  samasekali tidak punya
dasar,  dan  samasekali  tak  ada  hubungannya  pula  dengan
kembalinya  Muslimin  dari  Abisinia.  Seperti disebutkan di
atas, mereka kembali  karena  Umar  sudah  masuk  Islam  dan
dengan  semangatnya yang sama seperti sebelum itu ia membela
Islam,  sampai  menyebabkan  Quraisy   terpaksa   mengadakan
perjanjian  perdamaian  dengan Muslimin. Juga mereka kembali
pulang ketika di Abisinia sedang  berkecamuk  pemberontakan.
Mereka   kuatir   akan  akibatnya.  Tetapi  setelah  Quraisy
mengetahui mereka  kembali,  kekuatirannya  makin  bertambah
akan   besarnya   pengaruh   Muhammad  di  kalangan  mereka.
Quraisypun lalu membuat rencana mengatur langkah berikutnya,
yang   berakhir  dengan  dibuatnya  piagam  yang  menentukan
diantaranya tidak akan saling mengawinkan, berjual-beli  dan

bergaul  dengan  Banu  Hasyim,  dan  yang juga sudah sepakat
diantara mereka, akan membunuh Muhammad jika dapat.
 
Catatan kaki:
 
1. Sekedar gambaran terjemahan ini hanya dari  segi  ungkapan
sedang  perbedaan atau persamaan yang lebih jelas hanya dari
segi semantik menu Sejarah Hidup segi semantik menurut  bahasa  aslinya  (A).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar